Experiential Learning Program VS Eco Friendly Living
Experiential Learning Program bisa di artikan secara sederhana sebagai “Proses Belajar dari Pengalaman” atau definisi yang AELI (Asosiasi Experiential Learning Indonesia) sudah tetapkan pengertiannya adalah “Pembelajaran Berbasis Pengalaman” atau bisa juga diartikan sebagai “Program belajar yang dibuat secara terstruktur, terskenario dengan menggunakan berbagai macam sarana dan prasarana untuk dapat memberikan pengalaman yang dapat di refleksikan oleh para pembelajarnya menjadi nilai-nilai yang baik menjadi skill maupun wisdom”.
Dari definisi tersebut sudah barang tentu sebuah program Experiential Learning akan berhasil apabila peserta bersedia berperan serta aktif dalam mengalami semua proses program, peserta mau merefleksikan apa yang di alaminya didalam program, peserta mau membuat analisa dari setiap proses yang di alami dalam program, peserta mau mengambil keputusan untuk membuat solusi dengan berbagai ide demi merefleksikan pengalamannya dalam sebuah program Experiential Learning.
Dibutuhkan sarana dan prasarana yang mumpuni demi tercapainya berbagai syarat tersebut. Dalam banyak Experiential Learning Program penyelenggara / provider biasanya menggunakan sarana alam terbuka sebagai tempat untuk belajar dan media petualangan sebagai kendaraannya dimana penyelenggara Experiential Learning Program di Indonesia saat ini mayoritas berbasis dari Outdoor Training yang disini istilah populernya Outbound.
Pilihan Program dengan Metode Experiential Learning ini pun ternyata punya Impact yang cukup sensasional bagi pesertanya sehingga punya masa hinggap yang cukup lama di kepala setiap peserta Experiential Learning Program.
Para fasilitator EL Program kerap bisa langsung menjadi teman dekat bagi para peserta, karena dengan metode yang diterapkan peran fasilitator menjadi sangat elegan karena tidak bertindak sebagai guru tapi hanya memfasilitasi dan menstimulasi peserta agar masuk kedalam program secara penuh, sehingga tujuan program dapat berhasil seperti yang diharapkan.
Sebagai penyelenggara / provider Experiential Learning, keberhasilan di setiap program merupakan tujuan yang sangat penting, hasil dari program yang dibuat oleh provider apapun itu pasti memberi dampak bagi Perusahaan, Organisasi, Instansi maupun Individu yang telah menjadi peserta di program kita dan keberhasilan tersebut terbentuk terkait dengan sarana prasarana yang terstruktur tadi, atau lingkungan dari setiap program yang kita buat.
Alam yang baik membantu sebuah program menjadi lebih mudah tercapai tujuannya, skenario program yang kreatif dan terstruktur menjadi trigger bagi kelancaran sebuah program, sumber daya manusia kita dan para fasilitator juga sangat mendukung keberhasilan program, dimana dari beberapa kali program Experiential Learning yang sudah kami jalankan terkadang para fasilitator kita dalam situasi pelatihan selalu menjadi role model bagi peserta.
Sebuah keuntungan bagi para penyelenggara / provider seperti kita, dimana pasti kita akan lebih mudah untuk bisa “menyusupi” konten baik dalam setiap program Experiential Learning untuk bisa memberi kembali kepada lingkungan hidup yang sampai saat ini hanya kita jaga sedikit tapi sudah bisa memberi banyak buat aktifitas yang kita tekuni.
Dengan modal dan kemampuan kita penggiat Outdoor Education dengan Metode Experiential Learning diatas ada satu pernyataan yang menurut para scientist cukup mengkhawatirkan,
“Dimana pada tahun 2050, cucu anda akan hidup dengan OKSIGEN MASK”
Pengrusakan lingkungan di tempat kita hidup dan cari makan mulai tak terkendali, kebiasaan yang tanpa disadari kita jadikan layanan juga ternyata berkontribusi terhadap pengrusakan lingkungan, membiarkan para role model kita tidak aware terhadap lingkungan juga rasanya tanggung jawab moral kita, dibutuhkan perubahan perilaku yang sangat significant teman. Mari kita coba mulai dan dijadikan standard buat industri kita ini.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Greeneration Indonesia, sebuah komunitas lingkungan di Bandung yang konsen pada upaya daur ulang sampah melaporkan, jumlah pemakaian kantong plastik per orang per tahun sekitar 350 lembar. Bila jumlah tersebut dikumpulkan dalam satu tempat, banyaknya dan bahayanya benar-benar menakutkan bak Monster Kresek yang tercipta akibat prilaku warga bumi yang masih menggunakan kantong plastik secara berlebihan.
Sampah kantong plastik juga berperan dalam fenomena pemanasan global karena menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca di atmosfer. Alur perjalanan plastik dari proses produksi hingga pembuangannya membutuhkan sekitar 11 juta barrel minyak mentah dengan kandungan gas alam dan bahan bakar minyak dan 14 juta pohon setiap tahunnya.
Hanya 1 persen yang kemudian bisa didaur ulang baru akan terurai dalam 500- 1.000 tahun. Sekitar 3 persen plastik di dunia berakhir sebagai sampah yang terapung-apung di laut yang kemudian akan membunuh mahluk laut yang tak sengaja memakannya. Karenanya kita harus berpikir ulang untuk menggunakan sampah plastik, setidaknya kita mengurangi penggunaan plastik.
Perubahan perilaku sederhana yang dapat kita tularkan dalam program dan juga bisa selalu di sampaikan kepada para peserta di setiap Experiential Learning Program, sampaikan bahwa semua pekerjaan bisa menjadi kegiatan yang ramah lingkungan tergantung bagaimana kita menjalankannya,
Selalu menyarankan membawa botol minum (Tumbler) pribadi atau bisa juga kita sediakan untuk mengisi ulang Air Mineral selama kegiatan sehingga kita tidak perlu menyumbangkan banyak sampah gelas / botol plastik di setiap kegiatan.
Plastik termasuk bahan yang sangat lambat hancur, sehingga penggunaan besar-besaran plastik akan menambah besar volume sampah yang tidak terdaur ulang secara alami. Kurangi penggunaan plastik seperti kantongan kresek, pilih produk yang memasannya tidak menggunakan plastik.
Tidak memberikan kemasan makanan dalam Styrofoam, kemasan Daun bahkan lebih baik.
Tidak membiasakan memberikan fresh drink kalengan, karena jelas nyumbang sampah yang sangat sulit di daur ulang.
Anda bisa membantu menghemat kayu, air dan energi serta mengurangi polusi dan sampah jika anda mau menggunakan kertas daur ulang atau memilih untuk tidak menggunakan kertas sama sekali.
Selalu menciptakan program cinta lingkungan dalam program anda dengan mengidentifikasi proyek serta wilayah “hijau” yang potensial, (saat program dengan konten Offroad misalnya).
Air yang segar dan bersih menjadi isu penting di seluruh dunia, tularkan penggunaan air secara bijak di setiap program.
Selalu hindari menciptakan sampah, hancurkan atau daur ulang bila ada sampah yang tersisa. Konsep ini adalah bagian dari prinsip 3R: Reduce (kurangi), Reuse (pakai kembali) dan Recycle (daur ulang).
Untuk lingkungan / venue yang kita biasa pakai berkegiatan selalu sarankan untuk tidak bakar sampah. Sampah organik tanam lagi di biopori. Sampah plastik yang bisa didaur ulang dipisahkan, sampah residu yg gak bisa dipakai lagi dikumpulkan untuk diproses yang minimum dampaknya terhadap ozone.
Pointer ini hanya sebagian kecil dari konsep perubahan perilaku yang sangat mungkin kita jalankan, Menjaga Alam tempat kita mencari rejeki ini usahanya memang harus holistik dan bersama-sama.
dan ternyata konten ini bisa dimulai dari kita para penggiat dimana mungkin dalam satu tahun aktifitas berjalan, kita bisa bertemu dengan ratusan bahkan ribuan orang dari berbagai industri di sebuah situasi yang terkondisikan dan saat program berlangsung mereka juga kerap menjadikan para fasilitator kita sebagai role model (jadi lebih mudah kan).
Experiential Learning Program kita cukup hebat terekam di kepala para peserta, dengan fakta tersebut aktifitas kita menggerakan perekonomian sangat bisa bersanding dengan pelestarian Lingkungan dengan menularkan Eco Friendly Living di setiap Experiential Learning Program yang kita jalankan.